Kopi Indonesia memang yang terbaik di dunia, tapi bukan berarti saya alergi sama kopi dari negara lain. Namanya juga pecinta kopi, tentunya mesti banyak menjelajahi rasa kopi kan? Salah satu yang favorit dari ‘genre’ kopi di dalam kamus saya adalah kopi Vietnam. Sebenarnya saya sendiri belum lama berkenalan dengan kopi jenis ini, itu pun tidak sengaja lho.
Jadi, ceritanya sekitar 4 tahun yang lalu saya ada meeting di mal Citiwalk, Sudirman, Jakarta. Di sana sebenarnya ada beberapa kedai kopi, terutama Starbucks yang letaknya paling mencolok mata. Ketika saya berpikiran Starbucks terlalu mainstream, akhirnya saya putuskan mampir ke Bengawan Solo Coffee yang posisinya berada persis di depannya.
Entah kenapa, setelah baca menu Kopi Vietnam saya langsung tergugah mencobanya. Soalnya selama ini andalan saya ketika meeting di kedai kopi paling standar banget ya Cappucinno. Nggak ketinggalan saya pesan juga pastel buat cemilan (yang ternyata enak banget tapi mahal hehehe….).
Saya sebenarnya sedikit surprise begitu tahu kalo ternyata warna Kopi Vietnam itu sedikit kekuningan. Menurut saya, penampakannya justru lebih mirip teh tarik dibandingkan kopi susu. Tekstur kentalnya juga membuat saya yakin kalo sebenarnya kopi ini menggunakan susu kental manis sebagai penyumbang warnanya yang ‘aneh’ itu.
Sluurpp….begitu saya seruput, saya terkejut dengan sensasi rasanya yang ‘nendang’ banget. Ada semacam energi di dalam kopi ini (tentu saja karena kafeinnya tinggi) yang membuat saya excited banget. Meskipun sedikit pahit, Kopi Vietnam ini memiliki keunikan dari rasa manisnya yang berpadu dengan keasaman kopinya.
Benar aja, sepanjang hari itu saya merasa ‘berenergi’ dan semangat banget melewati meeting. Padahal, hari ini saya tidur cuma sekitar 2 jam aja demi mempersiapkan materi meeting dengan salah satu klien penting. Efek kafeinnya begitu luar biasa!
Sayangnya, reputasi Kopi Vietnam yang enak itu sedikit ‘tercoreng’ dengan adanya kasus pembunuhan dengan sianida yang melibatkan Jessica Wongso sebagai tersangka. Bahkan, ketika saya memesan kopi jenis ini di Dante’s Coffe, pelayannya sedikit mesem-mesem. Ketika saya tanya kenapa dia semesem itu, dijawabnya: “Soalnya udah lama nggak ada yang pesan kopi ini. Takut disangka buat ngeracunin orang.”
Kasus itu rupanya juga berpengaruh terhadap nama Kopi Vietnam di Bengawan Solo Coffee. Sekitar 6 bulan lalu, ketika saya datang ke kedai ini, saya nggak menemukan adanya menu Kopi Vietnam. Ternyata, nama menu itu diganti jadi Coffee Tareeek. Terdengar aneh bukan?
Saya sempat usil bertanya kepada pelayannya, “Kenapa sih diganti? Kan orang jadi nggak tau kalo di sini ada Kopi Vietnam. Gara-gara kasus Jessica ya?” Mendengar pertanyaan saya, pelayannya malah gelagapan dan entah kelepasan atau memang berusaha mengimbangi candaan saya, dia menjawab, “Ya, begitu deh keputusan dari manajemen.”
Sangat disayangkan sekali, Bengawan Solo Coffee punya Kopi Vietnam terenak yang pernah saya coba tapi malah mengganti namanya jadi Coffee Tareek. Padahal menurut saya justru dengan adanya kasus Jessica itu justru kopi ini makin populer dan kemungkinan dicari pelanggan. Lihat saja, di Olivier Cafe yang jadi TKP kasus tersebut justru minuman ini semakin populer dan manajernya justru ‘berterima kasih’ sama musibah itu.
Apalagi Kopi Vietnam Bengawan Solo Coffee yang dibanderol Rp 25 ribu menurut saya termasuk yang paling murah dibandingkan kedai kopi lainnya, yang rata-rata mematok harga di sekitar Rp 30 ribuan. Soal rasa, meskipun saya belum pernah ke Vietnam dan mencoba keaslian kopi jenis ini, menurut saya di kedai ini paling enak Kopi Vietnamnya.
Oh iya, mungkin ini sedikit peringatan sih. Kopi Vietnam, di manapun yang pernah saya coba, punya karakteristik kental (efek susu) dan rasa asam. Bisa dibilang kopi ini tingkat keasamannya tinggi banget. Jadi, buat yang merasa punya problem asam lambung, mendingan jauh-jauh deh dari kopi jenis ini. Daripada nanti perutnya terasa melilit kayak diclurit (berdasarkan pengalaman teman).
Tapi, bagi saya yang udah terbebas dari masalah asam lambung (rahasianya ada di sini), Kopi Vietnam bukan lagi masalah. Asalkan setelah meminum kopi ini, saya harus mengerem napsu untuk nggak lagi ngopi hingga sehari ke depan. Bagaimanapun ‘efek samping’ kopi ini, tetap aja jadi favorit buat saya ketika datang ke Bengawan Solo Coffee.