
Kontroversi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW mungkin sama serunya dengan halal atau haramnya mengucapkan Selamat Hari Raya Natal. Setidaknya di social media kontroversi ini menjejali timeline.
Sebagai muslim, saya berada di posisi mana? Jujur aja, saya bukanlah orang yang giat ke majelis-majelis ilmu, bukan pula yang rajin ke masjid. Tapi untuk perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, saya setuju adanya perayaan khusus. Kenapa? Karena tidak semua umat muslim mengenal Rasulullah SAW, jadi hari kelahirannya bisa jadi momentum untuk syiar mengenai kemuliaannya. Secara pendidikan agama Islam di Indonesia kan cuma didapatkan di bangku sekolah yang bisa dibilang kurikulumnya kurang mendalam. Ibaratnya, pengetahuan tentang beliau cuma numpang lewat aja di telinga anak-anak sekolah. Kecuali kalo memang orang tuanya membekali pendidikan agama yang kuat di rumah, itu lain cerita.
Kalo dari ceramah-ceramah ustadz yang ‘gerah’ dengan penyebutan perayaan maulid sebagai bi’dah, Nabi Muhammad SAW dikatakan selalu berpuasa setiap hari Senin untuk merayakan hari kelahirannya. Logika bi’dah itu sendiri dibantah dengan menyebutkan jika perayaan itu bukanlah sebuah ritual ibadah melainkan syiar agama.
“Kalo yang bilang maulidan itu bi’dah karena tidak pernah dirayakan di zaman nabi, ya udah mereka nggak perlu ke masjid untuk sholat dengan naik motor. Karena di zaman nabi tidak ada yang namanya motor,” begitu kira-kira ceramah yang pernah saya dengan mengenai perayaan maulid. Masuk akal?
Sementara dari mereka yang kontra berpegang pada keyakinan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah merayakan maulid. Dalil mengenai keabsahan perayaan maulid juga diakui mereka tidak pernah ada di ayat dan hadis manapun.
Entahlah, apa memang perdebatan ini cuma terjadi di Indonesia atau tidak, tapi rupanya kaum muslim di Amerika Serikat memiliki perayaan maulid yang terbilang beda–setidaknya dari yang terjadi di Indonesia.
Menurut situs TimeandDate, perayaan maulid dilakukan dengan cara berkumpul dan mengundang non-muslim untuk berdiskusi serta memperkenalkan Islam. Diskusi ini diklaim bukan secara media untuk mengkonversi keyakinan non-muslim, tetapi lebih kepada syiar mengenai kemuliaan Rasulullah SAW.
Ironisnya yang terjadi Indonesia justru sesama muslim terpecah belah antara yang pro dan kontra terhadap maulid nabi, jadi boro-boro kepikiran untuk mensyiarkan kemuliaan Baginda Rasul ke non-muslim. Nah, apakah agama Islam di Indonesia harus minoritas supaya bisa searif muslim di Amerika sana? Well, apapun keberpihakan saya terhadap maulid, yang penting itu kan tanggal merahnya. Jadi saya bisa punya waktu luang buat memposting tulisan ini dan tentunya leyeh-leyeh di kamar lebih lama dari biasanya hehehe….
Selamat berlibur teman-teman yang pro dan kontra maulidan!