Pembeli adalah raja. Tapi jangan jadikan perumpamaan itu sebagai dalil keanguhan kita ketika berperan sebagai pembeli atau konsumen suatu barang maupun jasa. Bisa-bisa selain dapat memudarkan keramahan si penjual dalam melayani kita, hal-hal di luar dugaan pun bisa terjadi.

Seorang teman yang bekerja di sebuah restoran cukup ternama pernah bercerita kepada saya bagaimana cara membalas perilaku pembelinya yang cerewet. Katanya sih pembalasan yg dimaksud sudah menjadi ‘panduan’ para pelayan restoran. Ceritanya cukup seram lho…
Seram? Ya. Coba saja simak bagaimana teman saya menangani pembeli yang rewel. Biasanya, dia menambahkan ‘bumbu khusus’ ke makanan yang dipesan, tak lain adalah air ludah hingga kotoran hidung alias upil. Karena kesal dengan pembeli, biasanya si pelayan diam-diam meludahi makanan yg dipesan. Supaya tidak ketahuan, ludah itu biasanya dicampur dalam objek yang berbentuk cair. Misalnya, saus, sambal, hingga kuah makanan.
Teman saya mengaku, karena antar pelayan memiliki rasa kompak dan solidaritas yang tinggi, mereka beramai-ramai meludahi makanan yang dipesan si pembeli rewel. Tapi kalo dirasa kurang kompak, biasanya makanan ‘dieksekusi’ secara diam-diam.
Apakah ini udah jadi ‘standar’ pelayanan di sebuah restoran? Entahlah. Yang pasti, kengerian saya makin menjadi ketika nonton acara ‘candid camera’ di sebuah stasiun TV yang diambil dari kamera pemantau di beberapa tempat. Yang mengejutkan, ada kamera yang menangkap seorang pelayan kedai burger yang sedang asik mengelap jamban kotor dengan roti.
Dia memperlakukan roti seolah-olah lap kotor. Kemudian roti tersebut ditumpuk ke daging burger yang sebelumnya di diolesi ke pantatnya. Sungguh menjijikan. Si pelayan nggak sadar kalo kelakuannya terekam oleh CCTV. Bisa ditebak, gara-gara kelakuan bejatnya itu dia langsung dipecat.
Wah, mendengar pengakuan teman saya dan acara TV itu, saya jadi takut-takut kalo pengen makan ke restoran. Bukan karena saya seorang pembeli yang rewel, tapi saya takut kalo kelakukan saya pas memesan dianggap menyebalkan dan dikasih ‘bumbu khusus’ yang menjijikan itu.
Positifnya, saya sebisa mungkin ramah sama pelayan restoran yang saya kunjungi. Kalopun pelayanannya nggak bagus, nggak usah protes berlebihan. Sejauh ini sih saya belum punya pengalaman buruk sama pelayanan di sebuah restoran. Palingan ya pernah dibuat menunggu lama ketika pesan nasi goreng di S*laria. Menurut saya sih bukan masalah besar. Setidaknya, dengan cerita ‘mengerikan’ yang teman saya lakoni, setidaknya jadi kontrol buat diri saya supaya jangan semena-mena terhadap pelayan restoran.
Di satu sisi, saya membayangkan seorang teman kerja saya yang sangat bawel sekali kalo sedang memesan makanan. Permintaannya banyak dan terkadang selalu ada aja yang kurang. Kalo setiap pelayan restoran berakhlak seperti teman saya dan pelayan burger yang dipecat itu, kira-kira sudah berapa banyak ya ludah dan upil yang dia makan? Hih!
kita seharusnya lebih paham tugas dan kerja nya dari pelayan restoran, kita harus liat kondisi dimana restoran saat itu full atau kosong.
terima kasih min
inilah ajaran hidup kita
pelayan juga punya perasaan
izin di bagi min
terima kasih min
inilah ajaran hidup kita
pelayan juga punya perasaan