Sebenarnya sudah hampir lebih dari sepuluh kali saya ‘numpang’ sholat di Masjid Salman, Kampus ITB, Bandung. Ya, setiap ada even kampus ITB yang saya hadiri, hampir tidak pernah saya lewatkan waktu sholat di mesjid yang tampak asri ini. Sayangnya, setiap sholat disana saya tidak pernah melakukannya secara berjamaah, kecuali ketika sholat jumat beberapa waktu lalu. Itupun hanya kebagian di shaft paling belakang dan berada di luar mesjid karena telat.
Apesnya, telat menjalankan sholat juga saya alami ketika kebetulan berkunjung ke ITB setelah bertemu salah seorang kenalan atasan saya untuk membicarakan sebuah proyek website. Ketika ingin melakukan sholat dzuhur ternyata di rakaat ke-2, adzan azhar malah berkumandang. Nyesal dan malu sudah tentu membayangi saya di rakaat ke-3 dan seterusnya. Namun, setidaknya ada hikmah dari kelalaian saya ini, yakni kebagian sholat berjamaah dan berada di shaft paling depan.
Nah, ada sesuatu yang mengejutkan saya setelah khomad berkumandang. Ternyata lelaki tua yang menjadi imam di mesjid ini sangat ‘galak’ banget. Jika di mesjid kebanyakan imam hanya menghimbau makmumnya untuk merapikan shaft-nya sebagai syarat sah sholat berjamaah, imam di mesjid Salman justru berbeda. Selain menghimbau, secara ‘keras’ beliau juga menyuruh shaft di belakang untuk maratakan barisannya dengan yang di depan. Begitu pun yang di depan, harus merapat dan posisi kakinya sejajar dengan jamaah lainnya. Instruksi ini setidaknya memakan waktu lebih dari lima menit. Apalagi, secara tegas, beliau juga memerintahkan jamaah untuk mematikan handphone.
Duh, jujur saja ya, saya sangat salut sekali dengan beliau yang ternyata sangat memperhatikan makmumnya. Sungguh ini sebuah pengalaman baru yang saya dapati ketika sholat di mesjid, sekalipun mesjid di lingkungan rumah saya.
Memang terkadang makmum suka tidak menghiraukan intruksi imamnya, saya mungkin termasuk salah satunya, yakni terkadang malas mengisi shaft yang kosong ketika sudah merasa cukup nyaman di posisi belakang. Tapi, jika melihat aksi imam setegas ini, jangankan saya, mungkin orang lain pun akan merasa malu jika ditegur karena shaftnya tidak tertib. Sebuah sikap yang patut ditiru jika ingin ada yang menjadi imam sholat.
*Disadur dari blog Planetmiring.com (24/10/2008)…. dan tiba-tiba kangen main ke ITB 🙂