Menunggu Busway: Arena Menguji Kesabaran yang Menjenuhkan

Nenek-nenek jago breakdance juga tau belakangan ini saya getol banget naik bus Transjakarta (busway), dibandingkan naik kendaraan pribadi. Nggak cuma itu aja, saya juga selalu berkampanye pribadi di social media mengenai enaknya naik moda transportasi ini. Sayangnya, kebanggaan saya terhadap busway mulai luntur. Nggak tau kenapa, sebulan belakangan ini saya liat kok pelayanannya makin buruk, sangat buruk.

Contoh aja hari ini. Sejak siang tadi, saya membutuhkan waktu hampir 1 jam buat menunggu busway untuk transit ke halte Harmoni dari Sawah Besar. Padahal seingat saya ada sekitar 6 bus yang kosong, tapi lewat begitu aja. Akhirnya sekalipun ada yg berhenti kondisinya sangat penuh. Nggak cuma di situ aja, pas di Harmoni saya juga harus nunggu sekitar 1 jam lagi untuk dapat bus yang ke arah Tomang. Jadi, kalo ditotal buat perjalanan siang tadi aja udah sekitar 2 jam. Padahal kalo saya naik mobil, paling lama perjalanan ya 1 jam. Kalo nggak macet malah bisa 30 menit.

dav
Jalan raya tampak lenggang, tapi menanti busnya harus 1 jam. Aneh banget kan?

Nah, sorenya, saya dibikin kesal lagi. Gimana nggak, soalnya saya dipaksa harus nunggu datangnya bus dari arah Slipi di halte depan Podomoro City selama lebih dari satu jam. Padahal, kalo dilihat dari jalan raya sangat kosong. Mobil dan motor bisa jalan sekencang-kencangnya. Sementara saya dan puluhan calon penumpang dibiarkan stuck di dalam halte yang pengap dan panas. Malah ada beberapa dari mereka yg walkout, keluar dari halte dan milih naik taksi.

Kejadian yang lebih parah lagi mungkin sekitar seminggu yang lalu dan ini udah yang ke sekian kalinya lho. Dari halte Benhil ke Slipi, selain harus nunggu bus yang datang hampir sejam, di perjalanan juga kena kemacetan karena jalur busway yang nggak steril. Bayangkan, saya hampir terkurung selama 3 jam di dalam bus yang dingin dan dalam kondisi kebelet nahan pipis. Sebenarnya udah ada beberapa penumpang yang nggak tahan dengan kemacetan itu karena kedinginan dan memilih turun di tengah jalan. Sayangnya, ini nggak diperbolehkan karena melanggar prosedur. Terpaksa mereka cuma ngomel aja di dalam bus.

Okelah, kalo dampak keterlambatan bus cuma gara-gara jalurnya disikat sama mobil pribadi. Tapi apa gunanya ada peraturan denda 1 juta rupiah buat mobil yang masuk ke jalur busway? Parahnya lagi, pelanggaran ini sering terjadi di jam-jam pulang kantor. Akhirnya jalur busway justru lebih macet, dibandingkan jalur cepat dan jalur lambat.

dav
–Penumpukan penumpang di halte Harmoni. Pemandangan biasa yang menyiksa.

Jadi, saran saya sih, kalo punya mobil atau motor, mendingan dipake deh. Jadilah ‘normal’, kayak kebanyakan pemilik kendaraan bermotor yang dengan santainya memadati jalan tanpa khawatir apapun. Jangan pernah berpikiran buat naik busway kalo anggapannya lebih lancar dan hemat. Percaya deh, belakangan ini cuma mitos. Kalo dengan naik kendaraan pribadi perjalanan bisa ditempuh 2 jam, mungkin naik busway bisa lebih dari 4 jam. Bayangkan berapa banyak waktu yang udah dibuang buat sekedar perjalanan yg menyiksa dengan busway? Waktu adalah uang bukan?

dav
Bus tersendat karena jalurnya disusupi mobil pribadi. Ter-la-lu!

Kalo naik mobil sendiri, kita memang capek injak gas dan kopling, tapi masih bisa dengerin lagu-lagu enak di radio dan adem karena AC. Begitu juga kalo naik motor, memang sih gerah banget, tapi masih bisa masuk ke jalan tikus dan nyelip-nyelip. Kondisi itu nggak ada apa-apanya dibandingkan penderitaan pengguna busway. Udah lama menunggu, bus kadang nggak manusiawi saking penuhnya, dan kalo kena macet bisa berjam-jam lebih lama daripada naik kendaraan pribadi. Kalo memang tujuannya pengen menguji kesabaran atau membakar kalori, ya silahkan aja. Semua penderitaan itu worth it kok…

Nah, menurut saya sih percuma pemerintah gembar-gembor udah menambah trayek dan unit bus, kalo jalurnya aja nggak steril. Pak polisi juga sekarang cuek banget kalo ada mobil yang masuk ke jalur busway, sekalipun pelanggaran ini terjadi di depan batang hidungnya.

hdr
Mana polisinya ya?

Jadi, buat apa banyak bus kalo pada akhirnya cuma menumpuk di salah satu jalur karena macet? Rasanya kok nggak adil ya, kita udah bayar naik busway tapi harus menanggung kemacetan dari pengendara mobil yang leha-leha masuk ke jalur busway. Buat apa juga busway punya jalur sendiri? Terus apa kabarnya denda 1 juta buat mobil yang nerobos masuk jalur itu?

Selama nggak ada itikad dari pemerintah buat mensterilkan lagi jalur busway, kayaknya saya nggak punya alasan buat naek busway lagi. Buat apa?

*diambil dari postingan FB saya Jumat, 29 April 2016

One Reply to “Menunggu Busway: Arena Menguji Kesabaran yang Menjenuhkan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *