Kenali Lawan Bicara Sebelum Pembicaraan Jadi Petaka

Yang namanya jurnalis, sudah menjadi keharusan mengenali latar belakang masalah atau sosok yang akan diwawancara. Setidaknya dengan mengenali objek berita tentu akan membantu proses bertanya dan penguasaan masalah. Siapa sih yang mau terlihat bodoh di depan narasumber?

foto: incimages.com
foto: incimages.com

Meskipun terlihat bodoh di depan narasumber adalah sebuah petaka, tapi saya percaya, siapun pasti pernah mengalaminya. Dulu saya ingat ketika masih newbie di dunia persilatan jurnalistik pernah melakukan sebuah kesalahan yang bisa dibilang fatal.

Ceritanya, ketika diharuskan mewawancarai seorang artis, tepatnya Ferdi Hasan. Sebagai orang yang malas oprek-oprek dunia selebriti, yang hanya saya tahu tentang dia hanya seorang presenter. Titik.

Sebenarnya desk gosip bukan wilayah saya. Tapi kebetulan redaktur tempat saya bekerja tahu saya berada di lokasi yang banyak artis, jadilah saya diberi liputan titipan untuk kolom gosip. Dengan waktu semendadak itu, tentu saja saya tidak sempat melakukan riset mengenai selebriti siapapun yang berada di tempat itu. Apalagi waktu itu mobile internet belum sepopuler sekarang, jadi ga bisa browsing lewat hape (kebetulan waktu itu masih hape jadul monokrom).

Ketika wartawan infotainmen lain mengerubuti Nafa Urbach (kalo tidak salah dia terkait gosip pindah agama), saya hanya cengo tidak tahu berbuat apa. Tak lama, si Ferdi Hasan melintas di depan saya bersama seorang wanita tanpa dihadang oleh wartawan lain.

Karena saya pikir ini adalah ‘rejeki’ dan wawancara ekslusif tanpa gangguan wartawan lain, saya langsung saja cegat dia dan bertanya mengenai acara yang dia bawakan. Setelah itu, saya mulai pancing-pancing ke pertanyaan pribadi. Tanpa tahu siapa wanita yang berada di sebelahnya, saya langsung saja bertanya: “Kira-kira Mas Ferdi ada hubungan apa dengan si mbak ini? Sepertinya mesra sekali, jangan-jangan mau menikah ya?”

Yang ditanya wajahnya sesaat merah dan menengok wanita di sebelahnya. Selanjutnya, dia mengeluarkan ekspresi yang saya tidak harapkan, yakni tertawa ngakak. “Mas, ini gimana? Ini Safina, istri saya. Saya udah punya anak lho, Mas!”

WakwaaaaWwww! Mendengar jawaban itu saya seperti disambar petir di subuh hari. Malu, sudah pasti! Tapi saya berusaha tidak terlihat panik. Dengan sok tahunya saya berkelit, “Oh, ini Mbak Safina ya? Wah, saya hampir tidak kenal mbak. Soalnya ternyata Mbak lebih cantik dari yang saya lihat di TV. Maaf ya.”

Duh, kebayangkan rasa malunya gokil banget? Makanya, penting banget mengenali lawan bicara sebelum melakukan pembicaraan. Hal ini sih sebenarnya tidak hanya berlaku bagi jurnalis. Dalam kehidupan sehari-hari juga mutlak, biar tidak menyakiti perasaan. Seperti kejadian yang baru-baru ini saya alami. Wah, apa lagi nih?

Di dalam suasana yang sangat gaul ketika sebuah kafe dipenuhi kawula muda *ah di-skip aja deh bagian ini* saya ngobrol ngalur ngidul dengan teman yang kebetulan membawa temannya juga. Tanpa berusaha tahu siapa orang yang dibawa teman saya itu, saya membicarakan sesuatu yang cukup menusuk profesinya.

Sebenarnya apa yang saya bicarakan karena terprovokasi hingar-bingar musik di kafe tersebut yang lebih pantas diputar di klub malam. Akhirnya dengan spontan obrolan mengalir ke seputar klub malam. Saya menyebut tempat itu sebagai sarang penyamun, bla…bla…bla…

Herannya, setiap saya menjelek-jelekan detil kehidupan malam, saya merasa kaki saya ditendang oleh teman. Ternyata oh ternyata, temannya teman saya itu ada seorang PR di sebuah klub malam. Dus! Langsung aja saya berharap teman saya menendang kaki saya lebih kencang sebelum terjadi oborolan yang memalukan itu.

Dia memang tidak marah, membela diri pun juga tidak. Selidik punya selidik, saya liat dia memposting twit beberapa menit itu juga, dengan kalimat kira-kira: “Kalo memang gak suka klub malam ya sudah. Gak usah jelek2an. Sok suci banget nih orang!”

Twit itu memang gak di-mention ke Twitter saya, tapi jelas sekali kata-kata itu ditujukan ke saya. Menyakitkan, tapi saya rasa itu memang pantas. Dia pun pasti merasakan sakit yang sama gara-gara ocehan saya yang hingga detik ini membuat dia sepertinya tidak ingin akrab dengan saya.

Jadi, rasanya memang sangat penting mengenali lawan bicara, sebelum bertindak lebih lanjut. Kalo bertemu kenalan baru, sebaiknya sih jangan sungkan bertanya mengenai asal-usulnya agar topik pembicaraannya tidak menyakiti dia, baik sengaja atau tidak disengaja. Daripada terjadi yang tidak-tidak kan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *