Tidak semua orang berani bertanya tentang permasalahan seks kepada teman atau pun pasangannya. Alhasil, kebanyakan dari mereka terjebak dalam perilaku seksual yang tidak aman.
Sebut saja Bayu, seorang pria eksekutif muda di sebuah kantor konsultan di Jakarta. Ketika merampungkan sebuah proyek kerja diBangkok, Thailand, dia pernah melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) setempat. Itu dilakukannya tanpa pengaman.
Begitu kembali ke Tanah Air, dia merasa ada kelainan pada kelaminnya. Tapi, karena malu membicarakan hal ini kepada teman-temannya, dia berusaha menghibur diri dengan membuang jauh-jauh prasangka buruk terhadap kelaminnya. Dia tetap melakukan hubungan seks seperti biasa kepada Rahayu, istrinya.
Beberapa bulan kemudian, Rahayu tiba-tiba melabrak dirinya. “Ternyata dia tertular syphilis dari saya. Dia mendapati hasil ini setelah memeriksakan kelainan pada kelaminnya. Saya tidak bisa mengelak kalau saya pernah berhubungan seks dengan PSK. Akhirnya rumah tangga kami berantakan,” ujar Bayu tertegun. Meskipun begitu, dia mengaku “beruntung”, karena syphilis merupakan jenis penyakit yang masih bisa diobati. Andai saja dia terkena virus HIV, tentu kasusnya akan berbeda lagi.
Nah, apa yang dialami Bayu merupakan kesalahan dari anggapan bahwa seks itu tabu dibicarakan. Meskipun pria ini tergolong berpendidikan, tetapi norma kolot yang berkembang di masyarakat masih diembaannya, sehingga dia sejak melakukan hubungan seks pertama kali dia tidak merujuk pada pengetahuan yang benar. Artikel ini sendiri dibuat bukan untuk melegalkan sebuah perselingkuhan, tetapi bagaimana pemahaman seks yang kuat lewat perangkat teknologi ponsel dan internet dapat menghindari Anda dari sebuah perilaku seks yang salah.
Semakin berkembangnya teknologi yang mulai mengarah kepada pola konvergensi antara teknologi internet, penyiaran, dan telekomunikasi, tampaknya siklus kehidupan mulai memerlukan sebuah platform konsultasi seks yang sebelumnya dilakukan secara konvensional.
Adalah Dr. Wei Siang Yu yang mulai melakukan terobosan pendidikan seks nirkabel “Love Airways” beberapa tahun lalu. Sosok eksentrik yang biasa dipanggil Dr. Love atau Dokter Cinta ini sudah cukup lama melakukan berbagai pendekatan medis dengan dunia media internasional lewat pemahaman bio-communication, keilmuan reproduktif dan kesehatan masyarakat berbasis multimedia.
Terobosannya yang dilakukannya ini adalah sebagai jawaban dari tantangan semakin berkembangnya teknologi yang mulai mengarah kepada pola konvergensi dan merupakan kelanjutan sukses setelah dia berhasil menghadirkan “Dutch Health Promotion Board” di Belanda yang kemudian menjadi kampanye pendidikan seks lewat ‘udara’ (Sex in the Air) pertama di dunia lewat siaran radio pada tahun 2002. Di tahun 2005, Dr. Wei mengembangkannya menjadi sebuah siaran TV dewasa “Love Airways” di Singapura, selain program radio dan majalah. Bahkan, di Hollywood, dia juga dikenal sebaai kreator acara reality show terkenal “Dr. Love’s Super Baby Making Show” yang diproduksi oleh Fremantle Media Group.
Pada tahun 2007, Dr. Wei bekerja sama dengan Kondom Fiesta dan DKT Indonesia–lembaga non-profit berbasis di Amerika Serikat yang bergerak di bidang pemasaran sosial untuk pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan kehamilan yang tidak diinginkan–memmperkenalkan layanan integratifnya ini di Indonesia.
“Kenapa saya memberikan pendidikan seks diIndonesia? Ya, kenapa tidak? Saya pernah melakukannya di Belanda dan Singapura. Malah, saya juga dianggap kedua negara tersebut sebagai agen untuk menekan penularan HIV/AIDS,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Dr. Wei mengganggap penularan penyakit IMS dan kehamilan yang tidak diinginkan menjadi polemik yang sangat memprihatinkan diIndonesia. “Selain agama, dalam mencegahnya perlu sebuah fondasi pendidikan seks yang kuat di kalangan anak muda. Itulah sebabnya, kenapa pendidikan seks menjadi penting,” tandasnya pria lajang ini.
Berdasarkan data yang diintisarikan dari penelitian bersama Kondom Fiesta dan DKT Indonesia diketahui bahwa mayoritas anak muda diIndonesiapertama kali mengetahui informasi seks dari teman dan film porno. Sekolah dan keluarga rupaya tidak terlalu berperan dalam pendidikan seks karena seks masih dianggap tabu. Kondisi ini yang menyebabkan mereka terjebak ke dalam perilaku seks yang salah.
Tak heran, survei dari Departemen Kesehatan berdasarkan data UNFPA (United Nation Population Fund), WHO (World Health Organtization), dan POGI (Perkumpulan Obstetri dan GinekologiIndonesia), menyebutkan angka kehamilan yang tidak diinginkan mencapai 53 juta per tahun dan tingkat aborsi mencapai 2,3 juta pertahun. Untuk infeksi HIV/AIDS lebih dari 50% terjadi pada kelompok umur 15-29 tahun karena berhubungan seks tanpa kondom.
“Angka ini yang membuat anak muda di seluruh dunia merupakan kelompok beresiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan IMS, karena mereka tidak pernah merencanakan kegiatan seksual dan tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kesehatan reproduksi. Pola seperti ini tentunya menjadi barometer perilaku seksual yang tidak aman,” ujar Pierre Frederick, Brand Manager Kondom Sutra dan Fiesta.
Menurutnya, anak muda diIndonesiasebenarnya memiliki pertanyaan seputar seks, namun tidak tahu harus bertanya kemana. “Diharapkan layanan ini dapat menjawab pertanyaan apapun yang diajukan tanpa bersifat menghakimi. Kami berpendapat, hal tersebut dapat membantu perspektif anak muda diIndonesiabahwa perlindungan diri juga dapat menjadi suatu hal yang menyenangkan,” paparnya.
Dengan layanan nirkabel yang diusung Dr. Wei ini, setiap orang baik tua dan muda, dapat mengirimkan berbagai pertanyaan terkait dengan permasalahan seks lewat pesan pendek (SMS) ke nomor +65-94DRLOVE /+65-94375683, tanpa dipungut biaya premium charge. Biaya SMS hanya dibebankan dari operator telekomunikasi diIndonesia.
Diakui Dr. Wei, tidak hanya anak muda takut saja yang takut bertanya kepada orangtuanya mengenai kehamilan dan penyakit seksual, mereka yang senior pun banyak yang takut bercerita mengenai ejakulasi kepada temannya. “Dengan layanan ini, mereka cukup mengirimkan SMS dan semua data yang masuk menjadi tanpa nama (anonymous). Jadi rahasia mereka aman,” janjinya.
Seks Indeks Pertama di Indonesia
Apa yang dilakoni Dr. Wei, mungkin hampir mirip dengan layanan kesehatan yang diusung MedDay, sebuah perusahaan layanan kesehatan berbasis nirkabel di Swedia lewat produk DMS (Daily Medical Report). Yang membedakan, layanan DMS membutuhkan komitmen berlangganan pengguna agar dapat berkomunikasi dengan para dokter untuk melakukan pedeteksian berbagai penyakit dan manajemen kesehatan, serta membutuhkan aplikasi RegPoint yang diinstal ke ponsel pengguna. Selain itu, dari segi value, layanan konsultasi Dr. Wei lebih terjangkau karena dapat dilakukan dengan ponsel dengan spesifikasi minimum, karena konsultasi hanya dilakukan lewat SMS yang akan dijawab secara langsung oleh dokter yang siaga. Selanjutnya, pertanyaan yang paling sering diajukan (Frequently Asked Question/FAQ) nantinya akan dikompilasi (Pool of FAQ) dan dikembangkan agar terintegrasi dengan artificial intelligent untuk avatar digital yang akan menjawab berbagai pertanyaan yang ada.
Di Indonesia, Dr. Wei juga sudah dikenal para pembaca rubrik kesehatan Kompas.com lewat sebuah layanan konsultasi “Kolom Dr. Love” yang sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu. Selain itu, dia juga menghadirkan Sexxie.tv, sebagai pengembangan lanjutan dari layanan “Love Airways”, yang di dalamnya terhadap berbagai format layanan konsultasi seks dan reproduksi, baik lewat SMS maupun live chat dengan Medical Butler yang sedang online. Bahkan, dalam waktu dekat ini Dr. Wei juga akan menghadirkan Virtual STD Clinic yang lebih profesional.
Dr. Wei mengaku, terobosan layanan nirkabel yang diusungnya telah mendapatkan respon yang baik. “Di suatu negara, SMS yang dikirimkan berkisar 2000-8000 SMS per hari. Semua pertanyaan dan jawaban disaring dalam keywordtertentu untuk dikompilasi. Saat ini, keyword yang dikomplasi sudah lebih dari 20.000,” jelasnya.
Sayangnya, khusus layanan konsultasi nirkabel seperti ini, masyarakat Indonesiasepertinya sudah kadung akrab dengan nomor shortcut yang hanya memiliki 4 angka. Dengan nomer tujuan Singapura pada layanan Dr. Wei, sepertinya menjadi batu sandungan sendiri keengganan masyarakat untuk berpartisipasi.
Menyadari dari sisi komersial tentunya layanan nirkabel ini sangat potensial, Dr. Wei berharap pada peranan operator dan content provider (CP) di Indonesia. Apalagi, industri (CP) di Indonesia sedang bergelimangan pelanggan, baik dari layanan kuis, ramalan cinta, maupun perjodohan. Selain dapat ‘memanen’ keuntungan, para CP maupun operator yang berperan dalam layanan ini tentunya juga secara tidak langsung akan berkontribusi terhadap distribusi pelayanan secara lokal yang lebih merata.
Dengan begitu, keinginan untuk melahirkan seks indeks pertama diIndonesiaakan terwujud, dimana merupakan gambaran seputar pemasalahan seks yang paling menjadi perhatian publik, berdasarkan hasil yang dikompilasi dari Pool of FAQ. Nantinya, hasil statistik ini juga dapat menjadi petunjuk bagaimana cara menanggulangi aborsi di kalangan remaja, penularan IMS, kejahatan seksual, serta tingginya perceraian keluarga.
Mengenai apa yang dipelopori Dr. Wei tersebut, Dr. Susan Melinda mengaku sangat antusias dan siap membantu. “Sebagai sesama tenaga kedokteran, saya sangat senang dengan adanya program seperti ini yang merupakan sebuah revolusi dalam memberikan pendidikan seks kepada masyarakat. Saya berharap, dokter-dokter di seluruh rumah sakit di Indonesiadapat mendukungnya agar komunitas ini kian tumbuh,” ujar wanita yang menjabat Direktur RS Melinda, Bandung ini. Jadi, untuk urusan seks, tidak ada istilah ‘malu bertanya sesat di jalan’ lagi kan?
*) artikel ini pernah dimuat di Majalah Popular untuk rubrik HighLit edisi Desember 2009 dan memenangkan Juara I XL Award 2009 Kategori Wartawan